Mahasiswa & Pembudayaan Ilmu
PM Dr Abdul Razaq Ahmad, Fakulti Pendidikan UKM
Pendahuluan
Mahasiswa dan ilmu diibaratkan lagu dan irama yang tidak dapat dipisahkan, maka tidak mungkin seseorang digelar 'mahasiswa' jika tidak berilmu. Istilah 'maha' itu sendiri memberi konotasi 'yang terhebat' , 'yang tertinggi' atau segala yang bersifat luar biasa kecemerlangannya. Maka mahasiswa yang cemerlang sudah semestinya seorang yang berilmu dengan segala ketrampilan dalam pelbagai bidang yang dipelajari ketika menuntut di universiti.
Mahasiswa dan ilmu diibaratkan lagu dan irama yang tidak dapat dipisahkan, maka tidak mungkin seseorang digelar 'mahasiswa' jika tidak berilmu. Istilah 'maha' itu sendiri memberi konotasi 'yang terhebat' , 'yang tertinggi' atau segala yang bersifat luar biasa kecemerlangannya. Maka mahasiswa yang cemerlang sudah semestinya seorang yang berilmu dengan segala ketrampilan dalam pelbagai bidang yang dipelajari ketika menuntut di universiti.
Menjadi seorang mahasiswa yang berilmu ‘memaksa’ para mahasiswa menjadikan akumulasi ilmu pengetahuan sebagai proses pencarian atau kegiatan ‘suci’ tanpa henti dan berterusan sehinggalah ke akhir hayatnya tanpa jemu termasuklah mencemerlangkan dirinya dengan ilmu semasa menempuh alam pekerjaan.
Syarat utama mencemerlangkan diri dengan ilmu ialah penghayatan budaya membaca. Budaya membaca tidak dapat dinafikan merupakan suatu ‘budaya suci’ harus dimantapkan dalam diri mahasiswa dan kehidupannya.
Membaca bagi mahasiswa bukan sekadar sebagai wahan menjelang persediaan peperiksaan, tugasan akademik dan sebagainya. Ia suatu proses berterusan dan tidak ada titik noktah untuk berhenti. Ia juga menuntut para mahasiswa menanam kecintaan kepada segala aktiviti yang mengangkat martabat ilmu seperti melibatkan dalam program wacana, diskusi, seminar, bicara buku dan sebagainya. Dengan kata lain, pembudayaan ilmu dalam kehidupan merupakan ciri-ciri intelektualisme yang mewarnai kehidupan dan idealism mahasiswa.
Budaya Ilmu
Budaya ilmu secara mudah dapat difahamkan sebagai kewujudan satu keadaan di mana setiap lapisan masyarakat melibatkan diri, baik secara langsung mahupun secara tidak langsung dalam kegiatan keilmuan bagi setiap kesempatan. Budaya ilmu juga merujuk kepada satu keadaan di mana segala tindakan masyarakat baik di tahap individu ataupun di peringkat masyarakat , diputuskan dan dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan sama ada melalui pengkajian atau perbincangan analisis. Dalam budaya ini, ilmu dianggap sebagai satu keutamaan tertinggi dalam sistem nilai peribadi dan masyarakat di peringkat peringkat (Wan Mohd Nor Wan Daud,1991)
Sehubungan dengan itu, budaya tersebut sama ada dalam diri individu atau institusi berpengaruh dalam masyarakat akan member keutamaan, bantuan, kemudahan, pengiktirafan yang tinggi kepada sesiapa saja yang melibatkan diri mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Natijahnya budaya ilmu membentuk peribadi individu dan masyarakat yang meminggirkan sifat jahil, anti-ilmu atau bebal (Wan Mohd Nor Wan Daud,1991).
Teras pada penerusan budaya ilmu ialah budaya membaca. Sekiranya aspek membaca sudah dapat dimantapkan sebagai satu budaya di kalangan mahasiswa maka proses pembudayaan ilmu akan menjadi lebih mudah kerana faktor asa iaitu membaca sudah sebati (Shaharom TM Sulaiman,2002)
Pembudayaan Ilmu & Pembinaan Keintelektualisme Mahasiswa
Kata intelektual adalah kata Inggeris yang sepada dengan kata Melayu yang bermaksud 'cendikia'. Sementara orang yang mengamalkan 'hidup yang intelektual' disebut sebagai golongan intelektual atau cendikiawan.
Dahulu kata cendekia berkait dengan kata 'pendeta', 'bestari', 'budiman' dan 'bijaksana'. Daripada kata-kata tersebut, lahir kata-kata 'kependetaan' , 'kebestarian', 'kepujanggaan' , 'kebudimanan' dan 'kebijasanaan'. (Jaafar Abd Rahim,2002)
Semua kata-kata ini merujuk kepada soal pergulatan ilmu dalam diri seseorang. Dengan kata lain sama ada mereka pendeta atau pujangga, mereka tetap mencintai ilmu dan kebenaran. Mereka tetap memberi nilai yang tinggi. Jadi apabila menyebut 'intelektualisme' ertinya kita menggabungkan orang yang terpelajar dan ilmu yang digulati dan disuburkannya. Ertinya ilmu yang mereka gulati dan suburkan menjadi ideologi dan fahaman pada diri mereka, bahkan menjadi bahagian dari mereka (Jaafar Abd Rahim,2002)
Mahasiswa yang memiliki intelektualisme bererti mereka adalah golongan terpelajar yang 'menguli' dan menyuburkan ilmu sebagai fahaman mereka. Inilah kaitan intelektualisme dengan mahasiswa.
Mahasiswa yang menyuburkan ilmu ini secara sungguh-sungguh akan mendapati dirinya hidup dalam suasana intelektual yang murni.
Mahasiswa semacam ini akan memancarkan nilai ilmu dan kebenarannya melalui percakapannya, pemikirannya, penulisannya, pembawakannya, penerapan dalam kehidupannya.
Pendek kata setiap detik hidupnya, biar dalam keadaan apa sekalipun akan memancarkan nilai ilmu dan kebenarannya. Inilah mekanisme pembudayaan ilmu dalam kehidupan mahasiswa.
Manakala pembudayaan ilmu dalam kehidupan mahasiswa akan membuahkan ketrampilan intelektual. Ketrampilan intelektual bermakna kemampuan mengungkapkan ilmu dan kebenaran supaya ia dapat dinikmati dan diamalkan oleh mahasiswa dan masyarakat (Abdul Razaq Ahmad, 2000)
Ketrampilan intelektual sangat berkaitan dengan kemampuan berbicara, kemampuan berfikir secara berkesan, kemampuan menulis secara berkesan, Kemampuan mempengaruhi pemikiran masyarakat agar mereka akan 'mencintai' ilmu dan kemampuan menyebati ilmu dan kebenaran dalam masyarakat agar ilmu dan kebenaran menjadi ikuti dalam kehidupan.
Ini juga bermakna tiada guna jika kita memiliki ijazah yang tinggi dan berjela-jela tetapi pada masa yang sama, sikap kita terhadap ilmu dan kebenaran sentiasa negatif.
Proses pembudayaan ilmu dalam diri mahasiswa akan tetap hidup subur selagi ia ditekuni, dinikmati dan dimantapkan dalam diri. Dan ini boleh dilakukan melalui pelbagai wahana, antaranya ialah amalan berfikir secara kreatif dan kritis dan amalan membaca yang tidak pernah mengenal jemu.
Pembinaan intelektualisme mahasiswa juga tidak terbatas semasa berada di kampus, malah akan terus berkembang di luar kampus sekalipun. Ertinya mahasiswa yang sudah lulus pengajiannya akan tetap mengangkat martabat ilmu tatkala mereka berada dalam masyarakatnya.
Kesimpulan
Mahasiswa yang mantap budaya ilmunya dan intelektualismenya akan berperanan sebagai pengembang ilmu. Untuk itu, syarat membuat pembaharuan dalm ilmu haruslah dipatuhi yakni kesungguhan usaha menekuni ilmu, sentiasa membuat percubaan, mencuba melihat daripada sudut pandangan yang lain dan mempunyai sikap yang positif dan kreatif.
Jika mahasiswa terus memartabatkan nilai ilmu, mereka pastinya dapat mencapai status sebagai seorang intelektual 'kawalan' atau intelektual ikutan. Usaha-usaha ini menjadi proses pembudayaan ilmu seumur hidup yang dilalui melalui gabungan antara ilmu dan pemikiran yang sedia mereka miliki dengan pengalaman hidup yang pelbagai warna dan ragam.
Akhirnya biarlah kehidupan kita sebagai mahasiswa dibimbing oleh ilmu yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat. Biarlah kita terus menjadi 'pelita ilmu' kepada diri kita dan kepada masyarakat. Adab dalam ilmu harus kita pelihara agar ia mendatangkan barakah dalam hidup kita sebagai intelektual sejati yang berilmu dan beriman.
Artikel ini diolah daripada kertas kerja asal bertajuk MAHASISWA & PEMBUDAYAAN ILMU yang dikarang oleh PM Dr Abdul Razaq Ahmad, pensyarah di Fakulti Pendidikan UKM.
Pembudayaan Ilmu & Pembinaan Keintelektualisme Mahasiswa
Kata intelektual adalah kata Inggeris yang sepada dengan kata Melayu yang bermaksud 'cendikia'. Sementara orang yang mengamalkan 'hidup yang intelektual' disebut sebagai golongan intelektual atau cendikiawan.
Dahulu kata cendekia berkait dengan kata 'pendeta', 'bestari', 'budiman' dan 'bijaksana'. Daripada kata-kata tersebut, lahir kata-kata 'kependetaan' , 'kebestarian', 'kepujanggaan' , 'kebudimanan' dan 'kebijasanaan'. (Jaafar Abd Rahim,2002)
Semua kata-kata ini merujuk kepada soal pergulatan ilmu dalam diri seseorang. Dengan kata lain sama ada mereka pendeta atau pujangga, mereka tetap mencintai ilmu dan kebenaran. Mereka tetap memberi nilai yang tinggi. Jadi apabila menyebut 'intelektualisme' ertinya kita menggabungkan orang yang terpelajar dan ilmu yang digulati dan disuburkannya. Ertinya ilmu yang mereka gulati dan suburkan menjadi ideologi dan fahaman pada diri mereka, bahkan menjadi bahagian dari mereka (Jaafar Abd Rahim,2002)
Mahasiswa yang memiliki intelektualisme bererti mereka adalah golongan terpelajar yang 'menguli' dan menyuburkan ilmu sebagai fahaman mereka. Inilah kaitan intelektualisme dengan mahasiswa.
Mahasiswa yang menyuburkan ilmu ini secara sungguh-sungguh akan mendapati dirinya hidup dalam suasana intelektual yang murni.
Mahasiswa semacam ini akan memancarkan nilai ilmu dan kebenarannya melalui percakapannya, pemikirannya, penulisannya, pembawakannya, penerapan dalam kehidupannya.
Pendek kata setiap detik hidupnya, biar dalam keadaan apa sekalipun akan memancarkan nilai ilmu dan kebenarannya. Inilah mekanisme pembudayaan ilmu dalam kehidupan mahasiswa.
Manakala pembudayaan ilmu dalam kehidupan mahasiswa akan membuahkan ketrampilan intelektual. Ketrampilan intelektual bermakna kemampuan mengungkapkan ilmu dan kebenaran supaya ia dapat dinikmati dan diamalkan oleh mahasiswa dan masyarakat (Abdul Razaq Ahmad, 2000)
Ketrampilan intelektual sangat berkaitan dengan kemampuan berbicara, kemampuan berfikir secara berkesan, kemampuan menulis secara berkesan, Kemampuan mempengaruhi pemikiran masyarakat agar mereka akan 'mencintai' ilmu dan kemampuan menyebati ilmu dan kebenaran dalam masyarakat agar ilmu dan kebenaran menjadi ikuti dalam kehidupan.
Ini juga bermakna tiada guna jika kita memiliki ijazah yang tinggi dan berjela-jela tetapi pada masa yang sama, sikap kita terhadap ilmu dan kebenaran sentiasa negatif.
Proses pembudayaan ilmu dalam diri mahasiswa akan tetap hidup subur selagi ia ditekuni, dinikmati dan dimantapkan dalam diri. Dan ini boleh dilakukan melalui pelbagai wahana, antaranya ialah amalan berfikir secara kreatif dan kritis dan amalan membaca yang tidak pernah mengenal jemu.
Pembinaan intelektualisme mahasiswa juga tidak terbatas semasa berada di kampus, malah akan terus berkembang di luar kampus sekalipun. Ertinya mahasiswa yang sudah lulus pengajiannya akan tetap mengangkat martabat ilmu tatkala mereka berada dalam masyarakatnya.
Kesimpulan
Mahasiswa yang mantap budaya ilmunya dan intelektualismenya akan berperanan sebagai pengembang ilmu. Untuk itu, syarat membuat pembaharuan dalm ilmu haruslah dipatuhi yakni kesungguhan usaha menekuni ilmu, sentiasa membuat percubaan, mencuba melihat daripada sudut pandangan yang lain dan mempunyai sikap yang positif dan kreatif.
Jika mahasiswa terus memartabatkan nilai ilmu, mereka pastinya dapat mencapai status sebagai seorang intelektual 'kawalan' atau intelektual ikutan. Usaha-usaha ini menjadi proses pembudayaan ilmu seumur hidup yang dilalui melalui gabungan antara ilmu dan pemikiran yang sedia mereka miliki dengan pengalaman hidup yang pelbagai warna dan ragam.
Akhirnya biarlah kehidupan kita sebagai mahasiswa dibimbing oleh ilmu yang disesuaikan dengan kehidupan masyarakat. Biarlah kita terus menjadi 'pelita ilmu' kepada diri kita dan kepada masyarakat. Adab dalam ilmu harus kita pelihara agar ia mendatangkan barakah dalam hidup kita sebagai intelektual sejati yang berilmu dan beriman.
Artikel ini diolah daripada kertas kerja asal bertajuk MAHASISWA & PEMBUDAYAAN ILMU yang dikarang oleh PM Dr Abdul Razaq Ahmad, pensyarah di Fakulti Pendidikan UKM.